Jumat, 14 Januari 2011

Keluh Kesah Terhadap Pelayanan Publik yang Diberikan Oleh Pemerintah

Pada saat liburan Natal dan Tahun Baru kemarin, ada satu kejadian yang membuat marah, kesal, kecewa dan perasaan tidak mengenakan lainnya. Dan mungkin juga satu cerita yang menggelitik bagi saya tentang pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah terhadap apa yang disebut “masyarakatnya”.
Pada suatu ketika (tepatnya saya lupa, tapi ketika liburan kemarin), saya merelakan diri pergi menemani saudara saya yang kebetulan sakit untuk memeriksakan dirinya ke sebuah UGD rumah sakit bersama ibu saya. Disebut merelakan, karena saya paling tidak suka pergi ke rumah sakit. Dan mengapa akhirnya memutuskan pergi ke UGD? Karena pada saat itu, kebetulan dokter-dokter sedang tidak praktek (itu hari Minggu) sehingga keadaan memaksa kita pergi ke UGD. Kita berpikir mungkin kalau kita masuk UGD pasti penanganan yan diberikannya cepat.
Kita berangkat dari rumah pada saat itu sekitar jam sebelas siang dan tidak menempuh waktu yang cukup lama. Setelah menempuh perjalanan 15 menit, akhirnya kita sampai juga di tempat parkir rumah sakit milik pemerintah di pinggiran kota Bandung . Ketika melihat gedung rumah sakit dari pelataran parkir, dalam hati saya berpikir “wah rumah sakitnya sudah renovasi, jadi megah pastinya juga mutu pelayanannya meningkat”. Saya berpikir seperti itu karena pada saat sebelum direnovasi suster-suster disini dikenal sangat matre, judes alias ga ramah dan tukang ngomel-ngomel. Pada intinya  reputasi suster di sini jeblok, tidak memuaskan, membuat orang sakit makin tambah sakit karena prilaku suster-susternya yang membuat mereka kesal, sehingga menambah beban pikiran mereka. Kasian …
Akhirnya beberapa menit kemudian, saya, ibu dan saudara saya masuk ke ruangan UGD. Ketika masuk, ibu saya ditanya oleh suster, “permisi ibu, sapa yang sakit? Mari saya antar ke ruangan dan yang kebetulan sehat tolong urus terlebih dahulu datanya di bagian pendaftaran”. Dalam hati, langsung mikir “wah,ramah juga ini suster, sudah ramah kali ya suster-suster di sini”.
Tanpa pikir panjang, saya langsung mengurus data di bagian pendaftaran. Sampai di bagian pendaftaran (padahal pendaftaran UGD), petugasnya tidak ada di tempat. Ini bagaimana ceritanya, kalau petugasnya tidak ada berarti tidak bisa daftar. Sementara data pasien sangat dibutuhkan segera. Kegundahan mulai dirasakan, semenit dua menit nunggu tidak jadi masalah, tetapi kalau menunggu di bagian pendaftaran saja hampir 15 menit ya itu jadi masalah. Fiuh, 15 menit untuk menunggu petugas (lamanya). Selanjutnya saya disuruh mengisi formulir, lama juga. Ya, ngurus-ngurus pendaftaran sekitar 30 menitlah, abisnya komputernya di bagian pendaftaran juga sempet ngadat, tidak mau digunakan. Sempet iseng juga lihat komputer yang dipakainya, ya pantesan agak ngadat itu komputer soalnya komputernya juga terlihat komputer lama. Ckckckck.. Parah…
Sesudah itu, saya langsung masuk ke ruang UGD lagi. Saya sempet lirik jam, pas dilihat jam 11.45 siang. Terus data formulir langsung diberikan kepada seorang suster yang ada di bagian penerimaan. Kemudian saya masuk ke ruangan lain untuk menemui ibu saya. Saya berpikir mungkin jarang orang yang masuk ke UGD. Tak di sangka dan tak dinyana, orang sakit yang masuk UGD tersebut banyak sekali. Sebelum saudara saya masuk, mungkin ada sekitar 10 orang yang datang.
Setelah dicek berat badan, suhu tubuh dan tekanan darah, kita semua disuruh menunggu dokternya. Tet tolet tolet tolet …, ternyata menunggu itu membosankan. Saya tadi sudah bilangkan, menunggu semenit dua menit nunggu itu tidak masalah, ini sudah hampir 45 menit saya menunggu di UGD bersama pasien-pasien yang lain, tidak ada dokter yang datang juga. Kebetulan saudara saya cuman sakit panas, sehingga kita masih bisa bersabar. Tetapi diantara kita ada pasien yang sudah dalam kondisi lemas, muntah tapi dibiarkan saja tanpa ada penanganan berarti. Hanya dipakaikan infuse saja sebagai pertolongan pertama. Sungguh kasian...
Akhirnya kesabaran ibu saya meledak setelah satu jam menunggu, lalu ibu saya datang ke bagian penjagaan di ruangan depan dan menanyakan kapan akan diperiksa. Tanpa perasaan bersalah, suster menjawab “dokternya kebetulan sedang istirahat dulu bu”. Ternyata selama itu, dokter sedang beristirahat (hampir lebih dari setengah jam), di bank atau perkantoran istirahat selama itu tidak jadi masalah, tetapi apabila itu dilakukan oleh seorang dokter yang ada di bagian UGD itu menjadi suatu hal yang tidak wajar. Parah … Dan yang lebih anehnya lagi, dokter  di bagian UGD itu hanya ada satu (kalau dokter jaga emang ada berapa? bingung…). Ya setidaknya kalau dokter jaganya cuman satu, ya istirahatnya tidak usah lama-lama. Aneh …
Setelah menunggu sejam lebih (karena harus memeriksa pasien sebelumnya), akhirnya saudara saya diperiksa juga oleh dokter tersebut. Setelah itu, dokter memberikan suatu resep. Ketika dokter sedang menuliskan resep, kita sebagai keluarga pasien ingin mengetahui penyakit saudara saya apa, DBD-kah, thypuskah atau apa pun lah yang menjadi penyakitnya! Kita menyangka dokter akan menjawab apa yang menjadi penyebab saudara saya sakit, tetapi yang ada setelah penantian selama sejam lebih itu dokter hanya menjawab “iya gitu” sambil memasang wajah mesem (jutek abis). Oh dok, iya gitu apa maksudnya?????? Dan lalau dokter mengakhiri pembicaraannya dengan“tolong tebus resepnya”. Kita sebagai keluarga pasien hanya bisa pasrah melihat prilaku seorang dokter seperti demikian. Dan apakah kita harus percaya dengan obat yang diberikan oleh dokter, kalau pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien hanya berjalan kurang dari 3 menit. Oh mungkin kita harus percaya kalo dokter memang ahlinya, tapikan??? Tau dech …
Ketika kita datang ke rumah sakit itu, pada awalnya saya berpikir reputasi suster-susternya sudah mulai mengalami peningkatan kea rah yang baik karena ketika kita datang disambut oleh suster yang ramah. Eh, ternyata penilaian saya salah, ternyata suster-susternya masih memiliki reputasi yang buruk (matre, judes alias ga ramah dan tukang ngomel-ngomel). Hal ini terbukti selama menunggu kehadiran dokter, saya menemukan semua prilaku suster yang kurang berkenan. Ada yang menerima uanglah (susternya jadi ramah sama yang ngasih duit), ada yang jutek sama pasien menggunakan kartu JAMKESMAS/GAKINDA dan ngomel-ngomel sama pasien muntah di ruangan itu (muntahannya ke lantai). Oh carut marut sekali pelayanan rumah sakit tersebut …
Dan sepulang dari rumah sakit tersebut, saudara saya tidak kunjung sembuh walau sudah minum obat yang diberikan oleh dokternya. Keadaannya malah semakin buruk (lemes, pucat, muntah). Lalu akhirnya, malam harinya kita memutuskan untuk pergi kembali ke UGD tapi bukan UGD rumah sakit yang tadi siang. Kita membawanya ke salah satu rumah sakit swasta di kota kami. Beda sekali pelayanan di sini, penanganannya cepat dan tidak ada istilah kita suruh menunggu lebih dari 15 menit. Dokter jaganya saja ada tiga yang memeriksanya, suster-susternya enak dilihat, maksudnya enak dilihat karena ramah, murah senyum, mendengar keluhan kita. Dan satu hal lagi yang membuat kita percaya pada rumah sakit swasta adalah peralatan-peralatan rumah sakitnya yang serba canggih. Dan yang paling kerennya lagi, penyakitnya langsung bisa diprediksi oleh dokter yaitu penyakit USUS BUNTU. Setelah kita melakukan cek laboratorium ternyata bisa terlihat hasilnya bahwa saudara saya menderita penyakit usus buntu yang sudah kronis dan harus segera dioperasi karena ususnya sudah hampir pecah. Oh, beda sekali dengan mutu pelayanan di rumah sakit pemerintah (terharu). Di sana kita tidak disuruh untuk cek laboratorium ataupun cek-cek lainnya.
Begitulah sekelumit cerita saya mengenai pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah dan swasta. Terlihat jelas, perbedaan yang cukup menonjol atas pelayanan yang diberikan baik itu oleh pemerintah maupun swasta. Bukan bermaksud untuk menjatuhkan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Tapi itu memang sebuah kenyataan yang tidak bisa kita hindari dan memang benar adanya.
Apalah gunanya, pemerintah berusaha merenovasi gedung-gedung rumah sakit miliknya agar terlihat mewah dan terlihat seolah-olah sebagai sebuah rumah sakit yang memiliki pelayanan publik yang baik bagi masyarakatnya, jikalau mutu pelayanan publik yang diberikan oleh rumah sakit itu bertolak belakang dengan gedung rumah sakitnya yang mewah itu. Pemerintah harus bisa meningkatkan terlebih dahulu mutu pelayanan publiknya. Contohnya :
1.  Berikanlah teknologi canggih (seperti komputer versi terbaru) di bagian pendaftaran pasien agar bisa mempermudah dan mempersingkat waktu bagi seseorang yang ingin mendaftarkan diri menjadi salah satu pasiennya. Begitupun dengan peralatan-peralatan pemeriksaannya, agar bisa mendapatkan hasil yang akurat.
2.  Berikanlah pengarahan kepada dokter dan suster/perawatnya agar memiliki sikap untuk menolong sesama, menolong orang yang membutuhkan pertolongan dengan sebaik mungkin. Keramah tamahan itu merupakan bantuan psikologis bagi seseorang yang sedang sakit, itu akan membuat dirinya merasa tenang.
3.  Sebaiknya, di sebuah UGD harus disediakan lebih dari seorang dokter. Hal ini untuk mencegah jika sewaktu-waktu orang-orang yang sakit dan membutuhkan bantuan cepat, datang pada waktu yang bersamaan.
4.  Dan hendaknya seorang dokter jaga suatu rumah sakit pemerintah memberikan pelayanan terbaiknya dari ilmu yang dimilikinya. Agar jangan sampai seorang dokter salah menganalisis suatu penyakit yang dialami pasiennya.        

Continue Reading...

Selasa, 23 November 2010

Kasus Menurunnya Kredibilitas Akuntan yg Patut Dijadikan Renungan

Komisaris Kereta Api Tolak Laporan Keuangan

Jajaran komisaris PT Kereta Api menolak menyetujui laporan keuangan perseroan 2005 hasil audit karena ada indikasi manipulasi kinerja dari merugi menjadi untung. Akibatnya, hingga kini rapat umum pemegang saham perseroan tertunda dari rencana awal bulan ini.
Komisaris yang menolak laporan keuangan itu Hekinus Manao. Kata dia, jajaran direksi ada indikasi memanipulasi laporan keuangannya, sementara kantor akuntan publik dalam laporannya tidak mengungkapkan manipulasi itu. 
Menurut Hekinus, laporan akuntan publik itu tidak benar. Sebab, jajaran direksi melakukan trik-trik akuntansi sehingga menyebabkan laporan keuangan yang seharusnya merugi kelihatan meraup laba. "Meskipun soal angka-angkanya tidak bisa saya pastikan," kata Hekinus kepada kemarin.
Dalam trik akuntansi itu, kata Hekinus, ada pos-pos yang seharusnya dinyatakan sebagai beban perusahaan, ternyata dinyatakan sebagai aset perusahaan. "Ini bukan windows dressing, tapi ini praktek akuntansi yang hanya bisa dimengerti oleh akuntan. "Saya membongkar masalah ini supaya jajaran direksi memperbaiki tata kelola perseroan supaya rakyat tidak dibohongi," ujarnya. 
Direktur Utama Kereta Api Ronny Wahyudi melalui pesan pendek (SMS) mengatakan sedang rapat. "Saya tidak mau diganggu. Tolong konfirmasi masalah ini ke humas," kata dia. Namun Juru bicara Kereta Api, Nurhamidi, mengaku tidak tahu perihal itu. Dia enggan diwawancarai dengan alasan sedang mengendarai mobil.

Auditor PT KA Segera Diperiksa Pengadilan

Jakarta, Kompas - Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia (KA) tahun 2005 segera diperiksa Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.

"Secara informal saya sudah membicarakan masalah peradilan ini dengan Badan Peradilan Profesi sehingga tidak lama lagi proses hukum itu segera dimulai. Mudah-mudahan proses hukum tidak terlalu lama sehingga masalah itu segera tertuntaskan," kata Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi Hadiboroto di Jakarta, Senin (7/8).

Seperti diberitakan sebelumnya, komisaris PT KA, Hekinus Manao, menolak menyetujui laporan keuangan PT KA tahun 2005 yang telah diaudit akuntan publik.

Ia menduga terjadi manipulasi sehingga perusahaan itu seharusnya merugi Rp 63 miliar, tetapi dicatat meraih keuntungan Rp 6,9 miliar, (Kompas 5/8).

Menurut Ahmadi, pihaknya telah meminta klarifikasi dari akuntan publik tersebut dan komisaris PT KA, Hekinus Manao. Dari klarifikasi tersebut terdapat tiga perbedaan.

Pertama, kewajiban PT KA untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 95,2 miliar yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu.

Manajemen PT KA tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak itu karena upaya penagihan masih berlangsung.

Sebaliknya, Hekinus berpendapat, pencadangan kerugian harus dilakukan karena kecilnya kemungkinan tertagihnya pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KA pada 1998-2003.

Kedua, penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KA sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun.

Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 miliar. Namun, Hekinus berpendapat saldo penurunan nilai sebesar Rp 6 miliar tersebut harus dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.

Ketiga, bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif Rp 674,5 miliar dan penyertaan modal negara Rp 70 miliar oleh manajemen PT KA disajikan dalam neraca 31 Desember 2005 sebagai bagian dari utang.

Akan tetapi, kata Hekinus, bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.

"Jika pendapat Hekinus yang benar, kesalahan penyajian laporan keuangan itu telah terjadi selama bertahun-tahun, setidaknya sejak tahun 2002 atau 2003," ujar Ahmadi.

Audit terhadap laporan keuangan PT KA untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk tahun 2004 diaudit BPK dan akuntan publik. Lalu, laporan keuangan PT KA tahun 2005 hanya diaudit akuntan publik.


Tata kelola

Ahmadi mengatakan, perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KA tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KA baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik.

Pihak berwenang, kata Ahmadi, sepatutnya melihat persoalan ini secara komprehensif, dan masyarakat tak terburu-buru membuat kesimpulan atau berkomentar negatif. (TAV/JAN)



ULASAN :

Sebuah kantor akuntan publik yang telah dipercayakan untuk mengaudit suatu laporan keuangan baik itu badan usaha milik pemerintah ataupun swasta, hendaknya bisa mematuhi kode etik IAI dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dikarenakan, memang sudah seharusnyalah para akuntan ini bekerja sesuai dengan kode etik yang melekat pada dirinya. Mereka terutama dituntun untuk bisa bekerja secara independen dan profesional.

Dalam kasus mengaudit laporan keuangan ini, akuntan publik dimungkinkan tidak bekerja secara profesional. Hal ini dikarenakan, para akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan PT KAI ini telah melanggar kode etik IAI prinsip kelima tentang Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional. Mereka tidak kompeten dan tidak berhati-hati dalam membaca laporan keuangan yang disodorkan oleh PT KAI, sehingga mereka tidak jeli melihat keganjilan yang ada dari laporan keuangan tersebut. Keganjilan dimana data yang disajikan tersebut telah mengalami manipulasi yang dilakukan oleh pihak direksi PT KAI. Sebenarnya perusahaan itu seharusnya mengalami kerugian sebesar Rp 63 miliar, tetapi dicatat meraih keuntungan sekitar Rp 6,9 miliar.

Sikap kurang berhati-hati akuntan publik ini akhirnya menjatuhkan kredibilitas dari para akuntan publik. Tanggung jawab mereka sebagai seorang akuntan publik dipertanyakan oleh semua orang. Terutama oleh para investor dan stakeholder lainnya, hal ini dianggap sebagai sebuah penipuan terhadap mereka. Karena ketidakprofesionalan dari para akuntan publik inilah, akhirnya prinsip kode etik IAI yang ketiga pun dilanggar yaitu integritas. Integritas adalah suatu elemen untuk menjaga dan memelihara kepercayaan publik terhadap dirinya. Kepercayaan publik terhadap akuntan publik ini pupus sudah.

Kehati-hatian seorang akuntan publik, sungguh sangat penting diperlukan untuk menunjang tugasnya sebagai auditor terhadap laporan keuangan yang dibutuhkan oleh banyak orang. Kepentingan publik terhadap laporan audit yang dilakukannya sangatlah besar. Hal ini menyangkut keputusan besar yang akan mereka ambil terhadap perusahaan yang diaudit oleh akuntan publik itu sendiri. Jika kepentingan publik sudah tidak didahulukan oleh mereka, maka hancurlah karir mereka sebagai akuntan publik, karena kepercayaan publik terhadap mereka sama sekali hilang.

Hal inilah yang akhirnya dialami oleh kantor akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan PT KAI. Kantor ini terancam diberi sanksi teguran ataupun juga pencabutan izin praktek jika terbukti bersalah. Ancaman ini dilontarkan oleh Ketua IAI.

Pada awalnya memang hanya ada pelanggaran terhadap salah satu kode etik saja, tetapi dampaknya sangat begitu luas. Kode etik mencerminkan kredibilitas dari seorang akuntan publik, jika salah satu kode etiknya dilanggar maka kepercayaan publik terhadap akuntan publik itu sendiri akan hilang begitu saja. Padahal yang terpenting dalam menjalankan tugas seorang akuntan publik itu adalah kepercayaan yang diberikan publik terhadapnya. Maka dari itu, seorang akuntan publik harus memegang teguh semua prinsip kode etik IAI dalam menjalankan tugasnya.

Continue Reading...

Kredibilitas Akuntan yang Tercoreng

Baru-baru ini ada sebuah peristiwa yang memaksa para akuntan untuk memperhatikan lebih seksama, tidak lain dan tidak bukan adalah kasus mengenai penyuapan auditor Jawa Barat yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Bekasi. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat artikel berikut ini http://bataviase.co.id/node/272637 :
Terkait Penangkapan Auditor BPK Jabar
28 Jun 2010
GNPK Desak Dilakukan Audit Ulang di Kab Bogor
Bogor, Pelita
Penangkapan sejumlah anggota Auditor BPK Perwakilan Jawa Barat oleh Komisi Pen\berantasan Korupsi (KPK) belum lama ini mengundang reaksi berbagai kalangan. Terutama terkait akuntabilitas dan validitas hasil pemeriksaan keuangan di Kabupaten/Kota Di Jawa Barat.
Sekretaris Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Kabupaten Bogor, M Sinwan mendesak agar dilakukan audit ulang terhadap belanja keuangan di Kabupaten Bogor tahun 2009."Ini demi untuk akuntabilitas, bahwa apa yang disajikan oleh BPK terkait laporan pemeriksaan belanja daerah itu memang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan," kata M Sinwan, kemarin.
Menurut Sinwan kejadian kasus suap oleh pejabat Pemerintah Kota Bekasi terhadap sejumlah oknum auditor BPK Jabar tersebut, melemahkan kepercayaan publik atas hasil-hasil audit BPK di Kabupaten/ Kota lain diJawa Barat. Pasalnya auditor BPK yang ditangkap KPK tersebut di antaranya juga melakukan pemeriksaan terhadap belanja daerah Pe-merintah Kabupaten Bogor tahun 2009 lalu."Kami tidak berburuk sangka, apakah Juga terjadi kasus yang sama di Kabupaten Bogor. Tapi secara kasat mata ada kejanggalan dengan hasil audit tersebut," tegasnya.
GNPK lanjut Sinwan juga mendesak tim anti mafia hukum Juga turun ke lapangan untuk melakukan investigasi ke lapangan terkait hasil pemeriksaan keuangan di Kabupaten/Kota lain di Jawa Barat termasuk di Kabupaten Bogor."Kasus ini harusnya menjadi celah bagi Tim anti mafia hukum untuk turun ke Jawa Barat, untuk menelusuri dugaan adanya permainan serupa yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten/kota lain di Jawa Barat seperti yang terjadi di Pemkot Bekasi," tandasnya.
Sedangkan sebelumnya em-pat orang pimpinan dan tujuh ketua Fraksi DPRD Kabupaten Bogor menemui auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat di Bandung, gagal. Hal ini menyusul adanya penggeledahan kantor BPK tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap yang melibatkan sejumlah anggota auditor BPK Jabar dengan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi baru-baru ini. Demikian diungkapkan Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Adjat Sudrajat siang kemarin.
"Kebetulan kami masih dalam perjalanan ke Bandung, tiba-tiba diberitahu oleh salah satu staf kami bahwa kantor BPK Jabar disegel karena ada pemeriksaan dari KPK. Sehingga terpaksa kami balik lagi," ungkap Adjat Sudrajat.DPRD lanjutnya akan menjadwalkan ulang untuk menemui auditor BPK perwakilan Jawa Barat, sambil menunggu perkembangan dari hasil pemeriksaan KPK terkait kasus tersebut. "Kami akan menjadwalkan ulang, waktunya kapan, tergantung dari perkembangan dari KPK. Karena saat Ini KPK sedang melakukan pemeriksaan dan penyegelankantor BPK Jabar tersebut," urainya.
DI Jelaskan Adjat Kedatangannya ini untuk meminta isi terkait hasil temuan audit yang dilakukan BPK terhadap belanja pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2009 yang lalu.PoliUsi Partai Demokrat ini menjelaskan pihaknya akan meminta penjelasan tentang temuan-temuan yang disampaikan BPK dalam laporanya yang telah diterima DPRD beberapa waktu yang lalu. "Kami ingin mengetahui mana lemu-an yang bersifat administratif, mana temuan yang terindikasi merugikan keuangan daerah," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya BPK RI menemukan penyimpangan sebesar Rp681,677Juta atau 0,40 persen dari realisasi belanja pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2009 lalu. Penyimpangan tersebut yang berindikasi kerugian daerah sebesar Rp621,135 Juta atau sebesat 0,36 persen dan kekurangan penerimaan sebesar Rp60.542 juta atau 0,04 persen.Cakupan pemeriksaan BPK tersebut meliputi belanja daerah pada pos secretariat daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Pendapatan, Keuangan dan Barang Daerah, Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman, Dinas Pendidikan. Dinas Kesehatan. RSUD Cibinong dab RSUD Ciawi Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2009 sebesar Rp 172,258 miliar atau sebesar 9.83 persen dari realisasi anggaran belanja sebesar Rp 1,751 miliar.
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Bogor, Nurhayantl menyatakan temuan BPK terkait realisasi belanja daerah tahun 2009 Itu telah ditindak lanjuti. "Semuanya sudah ditindak lanjuti, sesuai saran dan rekomendasi BPK," ungkapnya.Sementara itu Kepala Inspektorat Wilayah (Itwil) Pemkab Bogor, Ridwan Ardlwinata mengatakan saat ini laporan hasil audit BPK tersebut telah diserahkan kepada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk ditindak lanjuti."Laporan BPK itu sudah diserahkan ke masing-masing SKPD. selanjutnya masing-masing pimpinan SKPD akan memberikan tanggapan, tindak lanjut maupun klarifikasi," terangnya, (ugi)
Ulasan :
Dari artikel yang telah dimuat sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa persoalan yang dihadapi adalah adanya kasus penyuapan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi kepada sejumlah auditor BPK Jawa Barat. Hal ini mengundang reaksi yang sangat beragam, karena persoalan tersebut menyangkut kredibilitas seorang auditor yang patut untuk dipertanyakan.
Seperti yang kita ketahui, bahwa ada kode etik yang harus dipatuhi oleh seorang akuntan ketika sedang menjalankan tugasnya. Diantaranya adalah integritas dan kepercayaan publik. Jika kedua hal ini dilanggar oleh seorang akuntan khususnya auditor, maka hal tersebut akan mempengaruhi kredibilitas dari seorang akuntan.
Integritas merupakan prinsip ketiga dari etika profesi IAI. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Dan integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas membutuhkan kejujuran dari seorang akuntan dalam menjalankan tugasnya. Tugas dari seorang akuntan sendiri adalah memberikan data yang seakurat mungkin berupa laporan keuangan yang absah dan bisa dipertanggung jawabkan. Dan seorang auditor memiliki tugas untuk memberikan laporan yang bisa dipertanggung jawabkan juga atas audit terhadap laporan keuangan yang dilakukannya.
Dalam kasus Pemerintah Bekasi dengan auditor BPK ini, integritas seorang akuntan telah ternodai dengan adanya penyuapan yang dilakukan oleh Pemerintah Bekasi pada auditor BPK. Karena, banyak orang yang berpikir bahwa indikasi suap yang dilakukan oleh Pemerintah Bekasi memiliki tujuan yang tidak baik. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan agar data yang disajikan dalam laporan audit itu bisa dimanipulasi atau juga dikaburkan. Jika memang maksud dari penyuapan itu adalah demikian, maka hal itu mencoreng kredibilitas seorang akuntan, Karena integritas yang seharusnya dijunjung oleh para akuntan telah dilanggar oleh mereka sendiri.
Karena kasus penyuapan inipun akhirnya menimbulkan keraguan di hati masyarakat. Mereka akhirnya bersikap berhati-hati untuk mempercayai data ataupun laporan yang disajikan oleh seorang akuntan yang selama ini mereka anggap bisa bekerja secara independen dan profesional. Kasus ini membuka mata banyak orang bahwa kredibilitas dari seorang akuntan memang harus dipertanyakan. Apakah dia bekerja dengan menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya atu tidak.
Padahal, faktor penting seorang akuntan bisa menjalankan tugasnya adalah adanya kepercayaan dari masyarakat akan laporan yang dia berikan. Jika laporan yang disajikannya sudah tidak dipercaya oleh masyarakat, maka hal tersebut patut dipertanyakan. Apakah ada kode etik IAI yang telah dilanggarnya atau tidak. Jika memang seorang akuntan telah melanggar kepentingan publik dengan cara menerima suap dan melakukan manipulasi atau pengaburan data, maka akuntan tersebut telah melanggar prinsip kode etik IAI yaitu prinsip kedua tentang kepentingan publik.
Seperti yang kita ketahui bahwa isi dari prinsip kedua tentang kepentingan publik adalah bahwa setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Profesional merupakan sikap yang harus dijunjung tinggi pula oleh seorang akuntan. Di mana profesional ini pun termasuk prinsip kode etik IAI yang ke tujuh. Akuntan pun sangat penting untuk menjaga keprofesionalannya, hal ini agar menjaga dirinya terlindungi dari godaan suap orang ataupun suatu birokrasi yang diauditnya. Jika prilaku profesional ini bisa dijunjung, maka kasus suap yang dilakukan oleh PemKab Bekasi tidak akan mungkin terjadi. Kasus penyuapan ini memang tidak dilandasi oleh sikap profesional yang tinggi dari seorang akuntan.
Sebenarnya, jika para akuntan bisa mematuhi delapan prinsip yang ada dalam kode etik IAI yaitu :
a.   Tanggung jawab,
b.   Kepentingan publik,
c.   Integritas,
d.   Objektivitas,
e.   Kompetensi dan kehati-hatian profesional,
f.    Kerahasiaan,
g.   Prilaku profesional,
h.   Standar teknis.
Maka kredibilitas dari seorang akuntan akan bisa tetap terjaga dengan baik. Tanpa adanya suatu keraguan di hati masyarakat khususnya para pengguna dari hasil laporan yang dilakukan oleh akuntan tersebut. Masyarakat akan tetap percaya bahwa akuntan bisa bekerja dengan independen dan profesional.


Continue Reading...
 

Sebuah PencitRaan Jiwa Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon